makobar.com – Dilansir oleh KOMPAS.com. Hari ini tepat 16 tahun tsunami Aceh terjadi, tepatnya 26 Desember 2004. Walau sudah 16 tahun lamanya namun kesedihan masih terasa.
Saat itu pesisir Aceh disapu gelombang tsunami dahsyat pasca gempa dangkal berkekuatan M 9,3 yang terjadi di dasar Samudera Hindia.
Gempa yang terjadi, bahkan disebut ahli sebagai gempa terbesar ke-5 yang pernah ada dalam sejarah.
Kejadian itu terjadi pada hari Minggu, hari yang semestinya bisa digunakan oleh masyarakat untuk beristirahat, berkumpul bersama keluarga, dan menikmati libur akhir pekan bersama.
Tapi tidak dengan Minggu saat itu, masyarakat justru harus berhadapan dengan alam yang tengah menunjukkan kekuatannya, sungguh kuat.
Kutipan Puisi Taufiq Ismail

Penyair taufiq ismail ( sumber: republika.co.id)
Getaran sejarah itu sangatlah terasa
Tapi kini abad 21, betapa besar bedanya
Banda Aceh tinggal lagi sepertiga
Lebih seratus ribu manusia serentak kehilangan nyawa
Rabu malam, sebelum 1 Muharram di Masjid Raya
Jum’at siang selepas shalat jamaah bersama
Saya bacakan sembilan puisi saya
Tentang tak mampunya kita membaca tanda-tanda
Bisakah kita siap bila sewaktu-waktu kita dipanggil-Nya
Betapa sukarnya bagi saya menyampaikannya
Pada saudara-saudara saya yang jauh lebih menghayatinya
Di bahu mereka tak terbilang bobot beban derita
Masing-masing kehilangan tiga, sepuluh, dua puluh anggota keluarga
Rumah remuk, ijazah lenyap, simpanan binasa, hari depan di mana
Mereka sangat tenang menyimak, terasa pada sinar mata
Seusai baris terakhir, turun mimbar, berdatanganlah mereka
Mengerubungi, menyalami, merangkuli saya
Ada orang berlima yang terisak-isak susah berhentinya
Bergantian di bahu menyandarkan kepala
Dan meneteskan air mata
“Tolong pak, tolong carikan anak saya…”
Begitulah sepenggal bait puisi karya Taufiq Ismail yang selalu mengingatkan kita ketika tsunami merenggut dan menerpa wilayah aceh pada 2004 silam.
Didahului gempa

Perbandingan gempa aceh 2004 ( sumber: geologi.co.id)
Tsunami Aceh didahului gempa yang terjadi pada pukul 07.59 WIB sebesar M 9,3 SR.
Tidak lama setelah itu, muncul gelombang tsunami yang diperkirakan memiliki ketinggian 30 meter, dengan kecepatan mencapai 100 meter per detik, atau 360 kilometer per jam.
Gelombang besar nan kuat ini tidak hanya menghanyutkan warga, binatang ternak, menghancurkan pemukiman bahkan satu wilayah, namun juga berhasil menyeret sebuah kapal ke tengah daratan.
Kapal itu ialah Kapal PLTD Apung yang terseret hingga 5 kilometer dari kawasan perairan ke tengah daratan.
Bencana Kemanusiaan Terbesar

Kapal pltd apung aceh (sumber: detikcom)
Sehari setelah kejadian, Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) menyatakan bencana ini sebagai bencana kemanusiaan terbesar yang pernah terjadi.
Sejak saat itu, bantuan internasional pun berdatangan untuk menolong masyarakat. Termasuk pesawat militer dari Jerman hingga kapal induk milik Amerika Serikat didatangkan ke lokasi bencana.
Selang beberapa hari dan proses pencarian korban terus digencarkan, PBB pada 4 januari 2005, mengeluarkan taksiran awal bahwa jumlah korban tewas sangat mungkin melebihi angka 200.000 jiwa.
Berdasarkan Kompas.com (26/12/2020), jumlah korban dari peristiwa alam tersebut disebut mencapai 230.000 jiwa.
Jumlah itu bukan hanya datang dari Indonesia sebagai negara terdampak paling parah, namun juga dari negara-negara lain yang turut mengalami bencana ini.
Negara Terdampak
Mengutip arsip pemberitaan Harian Kompas (27/12/2004), gempa dan tsunami di Minggu pagi itu tidak hanya menimpa wilayah Aceh dan Sumatera Utara, tapi juga wilayah negara lain yang terletak di kawasan Teluk Bengali, mulai dari India, Sri Lanka, hingga Thailand.
Sementara di Aceh, bencana yang menghantam begitu kerasnya ini memutuskan semua jaringan listrik juga komunikasi di sana.
Sehingga kondisi benar-benar darurat. Awalnya ratusan orang sudah ditemukan meninggal, tidak tahu lagi ada berapa banyak yang hilang akibat tersapu gelombang, tertimpa reruntuhan, dan sebagainya.
Warga yang masih selamat pun kehilangan tempat tinggalnya, jumlahnya bukan hanya ratusan, tapi ratusan ribu, mereka harus hidup di lokasi pengungsian.
Bencana ini sontak menjadi bencana nasional dan menjadi pemberitaan utama media hingga beberapa bulan setelahnya.
Presiden ke-6, Soesilo Bambang Yudhoyono bahkan menetapkan 3 hari berkabung sebagai bentuk simpati negara dan bangsa Indonesia pada bencana yang melanda.
Pemulihan

Museum tsunami aceh (sumber: kompasiana.com)
Dengan banyaknya bantuan dan perhatian pada wilayah terdampak bencana, baik yang datang dari Tanah Air maupun dunia internasional, Aceh perlahan kembali tertata.
Tidak hanya secara infrastruktur dan bangunan, namun juga perekonomian, juga psikologis masyarakatnya.
Di Aceh, pada tahun 2009 didirikan sebuah museum untuk mengenang kejadian pilu itu. Museum itu adalah Museum Tsunami Aceh yang terletak di Kota Banda Aceh.
Arsitek dari museum tersebut adalah Ridwan Kamil yang saat ini menjabat Gubernur Jawa Barat.
Di dalam museum ini, terdapat beragam diorama yang menggambarkan peristiwa, juga daftar nama mereka yang menjadi korbannya.
Museum ini bukan hanya menjadi situs untuk mengenang keganasan gempa dan 16 tahun tsunami Aceh, namun juga menjadi pusat pembelajaran dan pendidikan kebencanaan bagi masyarakat.
Kumpulan Video Tsunami Aceh 2004
(mc/yud)