makobar.com – Tugas orang tua untuk mengajarkan anaknya menjadi individu yang pemberani, hal ini penting dilakukan untuk mendorong keberaniannya,membangun harga diri dan kepercayaan diri.
Keberanian yang dimiliki seorang anak barangkali bukan hal yang didapat dengan mudah, terkadang perlu upaya dari orang tua untuk membangun rasa percaya diri anak.
Dilansir dari laman merdeka.com, Psikolog Karina Istifarisny, S.Psi., M.Psi menyampaikan mengungkapkan keberanian banyak kaitannya dengan kemampuan komunikasi, sosial emosi, dan kemampuan berpikir.
“Keberanian anak dalam mengemukakan pendapat bisa kita pupuk dari kecil,” kata Karina.
Berikut 4 Cara Agar Anak Berani Ungkapkan Isi Hati
Sering Bertanya tentang Pendapat Anak
Tanyakan pendapatnya tentang apa saja. Selain melatih keberanian menjawab, juga melatih kemampuan berpikirnya.
Misal: Dek, menurut kamu baiknya bunda masak sayur apa ya hari ini? Kenapa ya masak yang itu?
Walau belum tentu dijawab dan kadang kurang memuaskan, namun saat itu kita sudah memberikan kesempatan untuk anak berpikir lebih jauh dan melatihnya mengungkapkan isi pikirannya.
Dengarkan
Nah, saat anak bertanya atau mengungkapkan apa saja, dengarkan. Mendengarkan akan jauh lebih baik jika sambil menatap anak dan memberikan umpan balik baik berupa pertanyaan, ledekan, ketidaksetujuan atau lainnya tanpa membuat anak merasa kecil hati. Perlu diingat, kurangi merespon anak sambil melihat layar ponsel atau sambil menonton TV.
Apresiasi
Apapun yang diutarakan anak secara positif, berikan apresiasi. Ga harus dalam bentuk fisik hadiah. Bisa saja dalam bentuk kalimat:”Aduh, makasih yah sayang udah ngingetin bunda,” atau “Bunda seneng deh kaka udah berani nyampein tentang itu ke bunda”
Kritik
Kritik tentu saja boleh, ini justru membangun kemampuan komunikasi anak. Hanya saja, untuk anak yang lebih muda atau yang sensitif emosinya, harus hati-hati biar tak membuatnya kecil hati. Caranya, bisa sambil becanda, misalnya “Dek, kayanya ga gitu deh yang bener. Yang bener gini loh…” sambil menunjukkan ekspresi yang ceria.
Sehingga anak belajar menerima kesalahannya dengan emosi yang lebih positif. Jangan lupa berikan pula pujian atas masukan atau perilaku baiknya setelah ia mengemukakan pendapat.
“Setelah semua itu dilakukan, di sekolah kok masih diem aja? Nah, kalau di sekolah ada konteks sosialisasi dengan tantangannya sendiri bagi anak,” pungkas Karina. (mc/min)